Kalla Institute

QUIET QUITTING

Quiet quitting adalah budaya kerja yang saat ini sedang tren di kalangan pekerja. Fenomena kerja ini memperlihatkan dimana karyawan hanya bekerja sesuai tuntutan minimum kerja atau  hanya memberikan kinerja minimum dari Indikator Kinerja Utama tugasnya, tanpa berkeinginan untuk melakukan tindakan ekstra atau melakukan tugas yang tidak sesuai dengan tanggung jawabnya. 

Fenomena ini biasanya di Indonesia lebih dikenal sebagai “bekerja sesuai argo”. Karyawan tidak melakukan resign dan tetap melakukan pekerjaan tetapi tidak memiliki keinginan dan kemauan untuk secara sukarela melakukan pekerjaan tambahan yang tidak dibayar atau dihargai.

Menurut katadata, terdapat tiga sikap yang mewakili quiet quitting yaitu:

  1. Checking out adalah sikap sinis karyawan yang ditampilkan di tempat kerja untuk merespon situasi dan kondisi kerjanya. Sikap ini tergambar dari menurunnya keterlibatan dan keaktifan karyawan dalam kegiatan-kegiatan perusahaan. Sikap ini sempat di viralkan di dunia maya melalui tagar “act your wage”. Jadi checking out merupakan sikap menarik diri karyawan untuk memprotes kondisi kerjanya.

  1. Pemogokan parsial yaitu tindakan yang dilakukan karyawan untuk memberikan sinyal kepada perusahaan atau menarik perhatian perusahaan. Pemogokan parsial ditandai dengan karyawan menolak untuk melakukan pekerjaan di luar jam kerja serta menolak tugas-tugas yang diluar indikator kinerja utama kerjanya. Tindakan ini biasanya dilakukan karena kurangnya apresiasi perusahaan terhadap kinerja karyawan atau karena mengharapkan kompensasi yang sesuai dengan beban kerja dari perusahaan.

  1. Taking charge, berbeda dengan dua sikap sebelumnya yang berkonotasi lebih negatif, taking charge merupakan sinyal quiet quitting yang lebih positif dimana karyawan mengambil tindakan tegas untuk memberikan batasan jelas antara pekerjaan dengan kehidupan pribadi. Sikap taking charge ini ditunjukkan dengan karyawan tetap bekerja secara maksimal tetapi dalam batasan lingkup kerjanya. Karyawan tetap memberikan kinerja terbaik sesuai tuntutan indikator kinerja utama namun disaat yang sama berusaha menjaga kesehatan dan membangun hubungan di luar pekerjaan. Tentunya fenomena quiet quitting memberikan dampak yang signifikan terhadap perusahaan. Dan tentunya perlu disikapi dengan baik.  

Ditulisan ini, penulis tidak akan menjabarkan dampak dari quiet quitting agar jumlah kata dalam tulisan ini tidak melebihi dari jumlah kata yang menjadi indikator penilaian yaitu 300 kata. Cheers.

_

Penulis:

A. Fauziah Yahya, S.E., S.S., M.HRMgt., Dosen Kewirausahaan Kalla Institute

Share Berita:

Pengumuman:

Kalender Event:

Berita & Artikel: