Kalla Institute

KOREAN KOY THEORY: A LESSON LEARNING FROM KOREAN DRAMA

Tiga tahun yang lalu, tahun 2020, mungkin jadi tahun ter-drama bagi penduduk dunia. Badai pandemi yang luar biasa bukan hanya mengancam nyawa tapi juga karir dan pekerjaan. Di tahun yang sama, saya sedang mengemban amanah pekerjaan pada posisi strategis, marketing staff pada sebuah perusahaan di ibu kota, Jakarta.

Kurang lebih enam bulan bergabung saya merasa tidak dapat beradaptasi dengan pekerjaan saya padahal marketing adalah pekerjaan yang saya sukai tapi saya merasa kurang berkembang hingga memasuki bulan ke-delapan dalam masa probation saya mulai ragu untuk melanjutkan tapi sangat takut keputusan tersebut membahayakan karir saya kedepannya apalagi saya masih terselamatkan dari badai PHK saat itu.

Di Jakarta saya tinggal sendiri, hidup mandiri dan lebih nyaman menghabiskan waktu dengan diri sendiri apalagi di tahun 2020 Jakarta lagi chaos karena pandemi jadi saya lebih banyak menghabiskan waktu di kamar apalagi jika bosan dan penat dengan kerjaan sudah dipastikan saya lebih memilih mengendap di kamar dan menonton drama korea. Tidak sedikit yang terheran-heran “kok bisa ya seharian di kamar cuma nonton drama korea, gak produktif dong” kalimat yang rasanya sudah klise bagi yeorebun seperti saya.

Ada suatu waktu, saat sedang dalam kegalauan karir saya sedang menonton drama korea berjudul “Doctor Romantic Season 2” yang bercerita tentang seorang dokter bedah jantung yang ditempatkan di pinggiran kota Korea padahal sang dokter memiliki keahlian luar biasa tapi, karena tidak adanya dukungan dari lingkungan kerja dan pimpinannya dia harus menerima nasib disingkirkan dan berkarir di rumah sakit di desa namun singkat cerita setelah beberapa kejadian penting, keadaan berubah drastis dan karena adanya dukungan serta kepercayan dari dokter senior yang jadi mentornya Ia berhasil melakukan operasi bedah yang mengibarkan namanya serta citra rumah sakit tempat sang dokter bekerja, Ia bahkan mendapatkan perhatian dari pasien VIP dan mendapatkan tanggungjawab operasi penting di Korea.

Ditengah emosi yang berkecamuk dalam diri saya, ada sebuah scene yang membuat saya jadi “kena mental”, dalam scene tersebut teman dari sang dokter menjelaskan betapa senangnya Ia bisa ditempatkan di rumah sakit pinggiran bersama sang dokter, disana mereka dihargai dan dipercaya, “Apakah kamu pernah mendengar bahwa pertumbuhan ikan koi sangat bergantung pada ukuran kolam sebagai ekosistemnya? The bigger the pool the bigger the size of koy will be”.

Seperti halnya koi, manusia juga membutuhkan kolam yang besar untuk tumbuh dan berkembang. Namun, kolam yang dimaksud adalah lingkungan sosial dimana seseorang menjalani kehidupannya, lingkungan pertemanan, keluarga, dan tempat dimana ia mengembangkan karirnya, di Korea ini disebut dengan Koy Theory”.

Bagi sebagian orang menghabiskan waktu luang dengan nonton drama korea mungkin terasa membuang waktu tapi tentu tidak dengan saya, karena dari drama tersebut saya menyadari tempat saya bekerja saat itu ternyata tidak menyediakan kolam yang baik untuk saya berkembang, ditambah lagi lingkungan Jakarta saat itu benar-benar membuat saya stress atau bisa jadi karena saya jauh dari keluarga, orang-orang yang bisa mendukung saya saat saya sedang down.

Terlepas dari cerita tentang Koy Teori yang bisa saja fiktif, namun beberapa bulan setelah itu, saya membuat keputusan besar dalam hidup saya, resign dari pekerjaan, pulang ke kampung halaman dan mencari kolam besar untuk saya bertumbuh dan berkembang.

 

Penulis:

A. Nurul Suci Amaliah, SE.,MBA., Dosen Kewirausahaan Kalla Institute

Share Berita:

Pengumuman:

Kalender Event:

Berita & Artikel: