Sebuah pesan DM masuk ke Intagramku, dari Lira, gadis remaja cantik dengan kacamata yang selalu bertenger di atas hidungnya. Sepuluh tahun lebih silam, Lira adalah salah seorang muridku di SD YPS Singkole Sorowako. “Pak, boleh video call? Ada anak-anakta’ di sini”. Pintanya penuh semangat. Untuk sejenak saya berusaha menangkap arti kalimatnya; anak-anak yang ia maksud siapa? batinku. Aku lalu mengiriminya nomor kontak WA ku, niatku agar lebih memudahkan kami telponan. Tapi alih-alih ia menyimpan nomor WA ku, ia bertahan ingin tetap ngobrol di Instagram hehehe. “Pak, di Instagram-mo nah pak! Sekarang boleh?”. Sebelum kusampaikan kata silakan, HP-ku sudah bergetar hebat pertanda ada telepon masuk. Benar saja, video call Instagram dengan nama penelpon Delira K. (K= Kameswara. Aku masih ingat dengan baik kaan nama siswaku hahaha).
Sejurus kemudian, di layar HP terpampang sejumlah wajah belia, anak-anak muda tampan dan cantik yang sedang melambaikan tangan padaku. Pandanganku kurang begitu jelas! Segera kuraih kacamata plus 125-ku dari atas meja dan memasangnya. Naa ini baru jelas! Ada dua cowok dan tiga cewek. Serempak mereka berseru; “Haloooo Paaak!”. Selamat Hari Guru!”. Aku berusaha mengenali wajah mereka satu persatu, tetapi rasa-rasanya agak pangling, soalnya face yang kulihat kali ini tidak dapat kuasosiasikan dengan seorang siswapun di masa itu. Salah aku juga sih, kenapa membayangkan wajah masa kanak-kanak mereka, bukankah itu terjadi lebih dari sepuluh tahun lalu hahaha. Aku lalu menggunakan trik yang biasanya kulakukan saat hendak memulai kelas. “Absen dulu doong, absen dulu!”, kataku sambil terkekeh. “Siap pak, absen pagi”. Ujar mereka bersamaan. Lalu satu persatu menyebutkan namanya. “Saya Ari pak, saya Aldi, saya Delima, saya Iis dan saya Lira”. Naah, itu sudah! Dengan menyebutkan nama mereka aku langsung ingat siapa mahluk-mahluk keren ini. Kelimanya pernah menjadi muridku tapi aku lupa di kelas mana; kelas 3, 4, 5 atau 6? Tapi tak apalah, yang jelasnya mereka pernah menjadi bagian penting dalam sejarah perjalanan hidupku. Hingga akhir hayatpun, mereka tetaplah murid-murid baik yang akan selalu memanggilku dengan panggilan pak guru, seperti yang mereka ucapkan sore ini.
Di tahun 2003 sampai dengan tahun 2010, Aku adalah seorang guru; memulai karir sebagai guru Taman Kanak-Kanak selama dua tahun, kemudian dilanjutkan dengan menjadi guru Sekolah Dasar lima tahun lamanya. Aku lalu meninggalkan Sorowako di penghujung 2010 karena harus melanjutkan studi ke jenjang S2 di Amerika Serikat. Resign dari sekolah tempatku mengajar waktu itu (SD YPS Singkole), sungguh sebuah pilihan paling berat yang terpaksa kutempuh. Bagaimana tidak, Aku sudah begitu dekat dengan siswa, para orang tua, guru-guru juga warga Sorowako, lalu harus pergi dan meninggalkan semua keindahan yang telah kunikmati selama tujuh tahun. Tapi mau gimana lagi? Aku hanya bisa bilang; memory is memory, you can never bring it back! let it go, let it go!
Selama meninggalkan tanah Nikel Sorowako, hubunganku dengan siswa tak pernah putus. Sosial media seperti Facebook dan Instagram cukup menjadi kanal penyambung sekaligus pengobat kerinduan kami untuk sekadar saling berkabar. Dalam beberapa kesempatan, aku bertemu dengan siswaku (aku tak pernah menyebut mereka mantan siswa, toh mereka juga tak pernah menyebutku sebagai mantan guru); entah di Makassar, di Jakarta dan di beberapa tempat lainnya di Indonesia. Mereka menemuiku dengan diri mereka yang sungguh telah jauh berbeda. Ada yang datang sebagai mahasiswa, ada yang telah bekerja, sedang magang hingga yang baru saja tamat kuliah S2. Waah, mereka benar-benar keren yaa guys. Dan yang paling membanggakanku adalah; mereka tak pernah lupa padaku dan selalu senang memanggilku dengan sebutan pak guru.
Di Hari Guru Nasional tahun 2022 ini, sungguh, aku mendapatkan kado yang indah; sebuah ucapan tulus dari “anak-anak SD” yang kini sudah beranjak dewasa. Saat ini aku bekerja sebagai dosen, dan masih berada di dunia pendidikan, tentu masih boleh untuk dipanggil pak guru hehehe. Ucapan Selamat Hari Guru yang Ari dan kawan-kawan ucapkan sore ini semakin melecut semangatku untuk berkontribusi terbaik bagi kemajuan dunia pendidikan di tanah air. Penting untuk dicatat oleh kita semua bahwa; menjadi seorang guru, tak cukup hanya bermodalkan kecerdasan, kepintaran dan penguasaan terhadap bidang studi atau keilmuan tertentu. Tak kalah pentingnya adalah kemauan untuk melepaskan sekat komunikasi dan memilih untuk berbaur dan dekat dengan siswa serta menghadirkan keteladanan di keseharian pergaulan di sekolah dan di lingkungan masyarakat. Keteladanan terbaik yang ditunjukkan oleh guru pastinya akan menjadi modal terpenting bagi siswa dalam menjemput masa depannya. Siswa yang terbiasa merasakan kehadiran gurunya di saat-saat sedih dan gembiranya, tidak akan pernah mencoret nama dan wajah gurunya dalam kamus kenangannya, kenangan yang pada suatu ketika akan membangkitkan kerinduannya untuk bertemu sapa dan mencium tangan guru-guru terbaiknya.
_
Penulis:
Abdul Hakim S.Pd., MA., Dosen Sistem Informasi dan Teknologi Kalla Institute