Dunia dikejutkan oleh keputusan Presiden AS Donald Trump yang memberlakukan tarif impor kepada produk dari 185 negara dan wilayah yang masuk ke AS. Indonesia kena tarif 32%. China hingga tulisan ini dirilis dikenai tarif 145%. Awalnya hanya 34%. Karena China melawan dengan memberi tarif balasan maka posisi AS juga membalas dengan tarif lebih tinggi lagi. Posisi terakhir AS pada angka 245% dan China pada angka 125%
Respon berbagai negara atas kebijakan Presiden AS terbagi atas 2 kelompok. Ada yang melawan seperti China. Terjadilah perang tarif. Ada yang negosiasi seperti Indonesia. Mana yang lebih baik?
Apapun pilihannya ada dua posisi yang bisa terjadi yaitu menang dan kalah. Jika perang tarif seperti halnya perang militer salah satu pihak bisa menang dan pihak lain kalah. Bisa juga keduanya kalah dalam arti rugi besar. Tidak mungkin terjadi kedua pihak menang atau untung. Ingat pepatah “kalah jadi abu, menang jadi arang”.
Antara China dan AS banyak pengamat yang memprediksi jika perang tarif berlanjut maka yang kalah adalah AS. China lebih siap secara infrastruktur ekonomi, industri, keuangan dan teknologi. Tapi bisa dipastikan AS dan China akan sama-sama rugi.
Industri China melambat. Pasar AS tetap terbesar mencapai 20% pasar dunia. Bagi China 15% pasar ekspornya ke AS. Jika industri China melambat bisa terjadi PHK. Demikian pula di AS. Perang tarif membuat harga barang naik. Penjualan menurun, ekonomi lesu dan terjadi resesi.
Bagaimana jalan keluarnya? Perlu ada negosiasi, pembicaraan kedua belah pihak khususnya AS dan China. Syaratnya kedua belah pihak ada kesetaraan dan niat baik untuk mencari jalan keluar. Idealnya mencari jalan keluar yang menang – menang. Tapi itu tidak mudah. Bisa jadi juga menang – kalah, kalah – menang, dan kalah – kalah. Mari kita bahas satu persatu.
Pola pertama yaitu menang-menang. Dikenal dengan pendekatan kolaborasi. Terjadi jika kedua belah pihak terbuka untuk saling menguatkan. Siap bekerja sama dan berbagi peran dan saling melengkapi. Juga ada pola komunikasi yang asertif yaitu jelas dan sopan, tidak menyinggung perasaan.
Pola kedua yaitu menang – kalah, disebut dominasi. Pihak pertama agresif menyerang dan merasa diri lebih kuat. Pola inilah yang digunakan Presiden AS Donald Trump. Jika pihak kedua lemah dan tidak berdaya maka pasrah saja menerima untuk kalah. Tidak ada pilihan lain.
Pola ketiga yaitu kalah – menang, disebut akomodasi. Pihak pertama secara sukarela mengalah dan mengakomodir permintaan pihak kedua. Biasanya ada pertimbangan jangka panjang. Mengalah untuk menjaga hubungan jangka panjang. Mengalah dengan harapan ada keuntungan di masa depan.
Pola keempat yaitu kalah – kalah, disebut kompromi. Biasanya secara sadar kedua belah pihak mengurangi harapan dan permintaannya. Bagi penjual, tidak apa-apa untung sedikit, yang penting tidak rugi. Harga pokok juga tidak masalah asalkan pelanggan tidak hilang. Bagi pembeli tidak apa-apa lebih mahal sedikit. Yang penting ada kepastian dan jaminan mutu.
Kembali ke perang tarif AS dan China. Semoga terjadi negosiasi. Rasanya tidak mungkin salah satu pihak bisa mendominasi karena sama-sama kuat. Tidak mungkin juga salah satu pihak mengalah karena keduanya punya harga diri. Sulit untuk kolaborasi karena AS kurang asertif dalam komunikasi. Harapannya semoga kedua belah pihak ada kompromi. Semoga.
–
Penulis: Syamril, S.T., M.Pd., Rektor Kalla Institute