Tulisan ini terlahir dari pertanyaan “mengapa saat merasa cemas dan takut, setelah itu kita bisa menjadi marah? Ternyata Emosi manusia adalah kompleks dan sering kali terkait satu sama lain. Salah satu hubungan yang menarik untuk dieksplorasi adalah antara rasa takut dan kemarahan. Rasa takut adalah emosi yang timbul sebagai respons terhadap ancaman atau bahaya yang dirasakan, sementara kemarahan adalah respon emosional terhadap ketidakpuasan atau keinginan untuk melawan atau menunjukkan ketidaksetujuan terhadap situasi yang dianggap tidak adil. Dalam tulisan ini, kita akan menjelajahi peran rasa takut dalam memicu respons kemarahan.
Rasa takut memainkan peran penting dalam memicu kemarahan. Gunarsa (2008) menyatakan bahwa Rasa takut hadir karena adanya sebuah ancaman, sehingga membuat seseorang akan menghindarkan diri dan sebagainya. Ketika kita menghadapi situasi yang menakutkan, tubuh kita merespons dengan meningkatkan detak jantung, tekanan darah, dan aliran darah ke otot-otot. Ini adalah persiapan tubuh kita untuk melawan atau melarikan diri. Namun, jika kita merasa terjebak atau tidak dapat melarikan diri dari ancaman tersebut, respons melawan dapat berubah menjadi kemarahan.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi peran rasa takut dalam memicu kemarahan. Salah satunya adalah persepsi terhadap situasi yang menakutkan. Rasa takut dapat mempengaruhi persepsi dan penilaian kita terhadap suatu situasi. Ketika kita merasa takut, fokus perhatian kita cenderung terarah pada ancaman yang ada, dan kita mungkin melihat situasi tersebut sebagai lebih berbahaya atau tidak adil. Persepsi ini kemudian dapat memicu kemarahan sebagai respons terhadap ketidakpuasan atau keinginan untuk melindungi diri.
Selain itu, pengalaman masa lalu juga dapat mempengaruhi peran rasa takut dalam memicu kemarahan. Jika kita pernah mengalami trauma atau pengalaman negatif yang terkait dengan situasi yang menakutkan, rasa takut yang kita alami sekarang dapat memicu kenangan atau emosi yang terkait dengan pengalaman masa lalu tersebut. Ini bisa memicu respons kemarahan karena konflik internal antara keinginan untuk melindungi diri dan kesulitan mengatasi trauma yang masih membekas.
Selain itu, perasaan ketidakpuasan dan persepsi ketidakadilan juga dapat memicu kemarahan dari rasa takut. Ketika kita merasa terjebak atau tidak memiliki kendali atas situasi yang menakutkan, kemarahan dapat muncul sebagai respons untuk mencoba mendapatkan kembali kontrol atau menunjukkan ketidakpuasan terhadap keadaan yang dirasakan tidak adil.
Penting untuk diingat bahwa respons kemarahan yang muncul dari rasa takut tidak selalu menjadi respons yang sehat atau konstruktif. Oleh karena itu, penting untuk mengembangkan keterampilan pengelolaan emosi yang sehat. Hal ini dapat melibatkan pengenalan dan pengaturan emosi, komunikasi yang efektif, dan penyelesaian masalah yang konstruktif.
“fear is not real. It is the product of thoughts you create. And danger is very real, but fear is a choice”.
–
Penulis:
Yogi Hady Afrizal, S.E M.Ak., Dosen Bisnis Digital Kalla Institute