Kalla Institute

MENGENALI DAN MEMIMPIN GENERASI Z

Pada hari ini senin dan selasa 27 dan 28 November 2023 berlangsung acara Makassar Leadership Summit di Hotel Claro. Acara diadakan oleh PMSM, GNIK dan APINDO serta disiarkan langsung secara streaming oleh kanal youtube Tribun Timur. Menghadirkan pembicara nasional seperti Jusuf Kalla, Tanri Abeng, Ketua DPN APINDO, Ketua GNIK, Ketua PMSM, Kementerian BUMN, Spencer, Bank Mandiri. Juga Kepala LLDikti Wilayah IX, CEO Samudra Indonesia, Direktur Claro Group, Kalla, Bosowa, Semen Tonasa, Regional Head Pelindo IV, PT. Vale, Daya Lima, Telkom, Danone, XLAxiata, TMII, Binar Academy dan Citylink.

Acara dibuka oleh Pj. Gubernur Sulsel Bahtiar Baharuddin dan dihadiri oleh sekitar 400 orang dari berbagai perusahaan, LSM, perguruan tinggi, sekolah dan umum. Sebelumnya diawali dengan welcoming performance dari Paduan Suara Mahasiswa Unhas dan welcoming remarks dari Disa R Novianty sebagai Commitee Chair of MLS 2023 dan juga Ketua PMSM Sulsel.

Salah satu topik yang dibahas pada hari pertama yaitu Generasi Z dan bagaimana memimpin mereka. Topik ini dibahas oleh Isdar AM Director Mercer. Generasi Z adalah generasi yang lahir pada tahun 1997 – 2012. Dari jumlah penduduk Indonesia sebesar 270,2 juta jiwa pada sensus tahun 2020 terdapat 27,94% Gen Z. Merupakan jumlah paling besar dibandingkan Gen X, Y dan Alpha. Mereka mulai masuk ke dunia kerja meskipun jumlahnya baru sekitar 15%. Diperkirakan pada tahun 2030 angkatan kerja dari Gen Z mencapai 34%, lebih besar dari Gen Y (millenial) 32% dan Gen X sebesar 23%.

Menurut Isdar AM, ciri khas Gen Z yaitu digital native sehingga extremely online. Lebih percaya media sosial dan influencer dari media mainstream dan mayoritas pengguna Tiktok. Mereka paling terkena dampak negatif dari social media karena tidak lihat akurasi tapi siapa dan channel mana.

Ciri lain Gen Z yaitu paling rawan menghadapi masalah psikologis, mudah depresi dan cemas. Penyebabnya karena mereka produksi dari strawberry parenting yaitu pola asuh yang serba boleh, serba memudahkan sehingga kurang tangguh menghadapi masalah kehidupan. Mereka juga sangat khawatir dengan finansial di masa sekarang dan akan datang.

Ciri Gen Z di tempat kerja yaitu mengejar passion. Jika pekerjaannya tidak sesuai minatnya maka mereka akan cari ‘kerja sampingan’ yang sesuai passionnya. Mereka lebih mudah pindah tempat kerja dan menuntut flexibility dalam waktu dan tempat kerja. Gen Z ini memang biasanya baru maksimal bekerja setelah jam 6 sore. Di Indonesia baru 30% perusahaan yang menerapkan flexibility time and workplace. Di seluruh dunia sudah mencapai 59%. Ini karena menfasilitasi Gen Y dan Z.

Bagaimana mengelola Gen Z ini? Berikan benefit yang sesuai, tidak sekadar jumlah tapi juga variasi seperti kesehatan, olahraga, travelling, healing, wellness, mindfulness dan free food insite. Mereka juga mengharapkan competitive paid time off yaitu waktu cuti yang lebih lama. Beberapa perusahaan seperti Netflix bahkan memberikan waktu cuti bebas dan juga travelling ke mana saja asalkan pekerjaan beres. Bahkan mulai ada juga parental leave 4 – 6 bulan di mana karyawan yang punya bayi bisa libur karena merawat bayinya dan tetap digaji.

Dalam hal karir mereka ingin career lattice yang zigzag tidak vertikal. Jalur karir yang bisa pindah ke bagian lain secara horisontal sebelum naik secara vertikal. Bagi mereka belajar hal baru itu penting dan bisa melalui career mobility. Penting untuk memiliki pengalaman yang lengkap pada seluruh bagian atau departemen di perusahaan.

Selanjutnya agar dapat menjaga Gen Z maka jangan pojokkan mereka dengan stereotype seperti label generasi strawberry yang rapuh. Tapi lihat potensi mereka yang kreatif, cepat belajar, melek teknologi dan hal lain yang positif. Berbicara dengan mereka juga harus terus terang dan terbuka. Adil dan fair dalam proses kebijakan dan keputusan, respek dan tidak ada pilih kasih.

Mereka ingin didengarkan pendapat dan aspirasinya. Maka senang jika difasilitasi dengan FGD, survey atau saluran aspirasi lainnya. Mereka butuh merasa dimanusiakan dan senang ditanyakan kondisinya sebagai personal seperti kesehatan, perasaan, keluarga dan lainnya. Mereka bukan lagi mencari employee experience tapi life experience. Bagi Gen Z atasan itu partner bekerja. Prinsipnya I am working with you not for you.

Gen Z juga dapat diberdayakan dengan menerapkan reverse coaching. Biasanya senior mengajari yunior. Gen Z bisa dibuat sebaliknya. Tugaskan mereka mengajari tentang sesuatu misalnya teknologi digital ke senior maka mereka akan belajar keras sebelum mengajarkannya. Memang mereka adalah generasi paling terdidik karena kondisi ekonomi dan teknologi yang lebih baik dari para senior.

Namun jangan lupa juga Gen Z perlu bantuan dalam hal social skill. Leader perlu bantu mereka dalam mengatasi hambatan dalam pergaulan dan networking. Juga aspek kecerdasan emosional. Selain leader memimpin mereka dengan vision and purpose, treat as a human being dan lakukan penyelarasan dan komunikasi yang baik.

Selamat menyongsong era Gen Z yang puncaknya pada tahun 2030. Era bonus demografi. Jika para leader memiliki kemampuan memimpin mereka dengan baik maka Indonesia akan berpeluang menuju Indonesia Emas sebagai negara maju yang sejahtera. Aamiin.

 

Penulis:

Syamril, S.T., M.Pd., Rektor Kalla Institute

Share Berita:

Pengumuman:

Kalender Event:

Berita & Artikel: