Makassar sebagai salah satu kota besar di kawasan Indonesia Timur menjadi target perusahaan untuk melebarkan bisnisnya. Hal ini tentu tidak mengejutkan karena populasi penduduk di Makassar hampir mencapai 1,5 juta jiwa menurut sensus penduduk tahun 2020. Banyaknya penduduk makassar sebagai target konsumen baru membuat banyak pelaku-pelaku bisnis menilik MAKASSAR sebagai target cabang selanjutnya.
Ternyata strategi ini cukup berhasil dilihat dari animo masyarakat Makassar yang cukup besar ketika ada sebuah restoran atau toko yang baru buka cabang di Makassar. Sebagai contoh, richeese factory dan kimukatsu, maupun hokben yang membuka cabang restoran cepat saji di makassar, langsung di serbu antrian panjang. Nama perusahaan lain seperti kopi kenangan, domino’s pizza, hingga bisnis apparel seperti HnM dan Uniqlo sukses mencuri perhatian warga Makassar diawal launching-nya.
Terlepas dari brand apapun yang mencoba peruntungan di kota daeng ini, ada ‘budaya’ warga makassar yaitu FOMO (Fear of Missing Out) atau takut tidak update terhadap suatu tempat yang lagi hits di Makassar yang membuat tren tempat baru di Makassar hanya ramai di awal saja. Namun, semakin hari, tempat tersebut akan kehilangan animo dan beberapa sampai sepi tak terlihat pembeli sama sekali. Contohnya, restoran cepat saji Richeese Factory. Berdasarkan pengalaman penulis, saat di awal launching, antrian di restoran ini mengular hingga parkiran yang selalu penuh. Tidak tanggung-tanggung, Richeese langsung membuka 2-3 outlet di lokasi berbeda di makassar dengan selisih waktu yang berdekatan. Namun, seiring berjalannya waktu, kini restoran Richeese Factory cenderung sepi. Terlihat dari area parkiran maupun pengunjung dalam restoran. Hal serupa juga dialami restoran Kimukatsu, yang baru dibuka di salah satu Mall di Makassar. Hingga H+7 hari pembukaan restoran ini, sangat ramai, sampai-sampai untuk dine in, kustomer harus rela masuk ke waiting list karena alasan seluruh meja telah penuh. Tak sampai 2 bulan, restoran ini mulai lengang dan tak terlihat kepadatan di dalam restoran.
Berdasarkan pengamatan penulis, selain budaya FOMO yang berkembang di masyarakat, ada beberapa faktor yang menyebabkan tempat baru di Makassar cenderung lebih ramai hanya di masa awal pembukaan.
- Inovasi. Masyarakat cenderung menyukai hal-hal baru yang menarik perhatian mereka. Karena di awal pembukaan, masyarakat sudah mencoba, menggunakan/mengonsumsi produk dari brand baru tersebut, rasa penasaran mereka menjadi terjawab. Namun, beberapa restoran seperti McDonald’s, burgerking maupun KFC sering berinovasi dengan menu maupun skema diskon baru setiap periodenya sehingga dapat menumbuhkan kembali keingintahuan customer.
Selain restoran, perusahaan non food seperti Mr DIY maupun Miniso yang berjamur di makassar selalu berinovasi mengganti barang-barang unik sehingga menarik minat masyarakat untuk datang tidak hanya d awal pembukaan tetapi juga secara rutin. Karena secara tidak langsung, perubahan-perubahan toko membuat persepsi pelanggan bahwa toko ini ‘selalu’ memiliki sesuatu yang baru.
- Aksesibilitas. Jauh atau dekat ?, mudah diakses atau sulit ?, parkiran luas atau sempit ?, harus masuk gedung atau drive thru ? pertanyaan singkat tersebut kadang menjadi pertimbangan masyarakat untuk datang kembali ke toko/restoran tertentu meskipun dari perusahaan yang cukup terkenal. Pengalaman pertama ketika mengakses toko/restoran akan menjadi pertimbangan ketika kali kedua, ketiga dan seterusnya saat ingin mengunjungi toko/restoran tersebut. Semakin sulit aksesibilitas, semakin enggan masyarakat untuk datang kembali ketempat tersebut secara rutin. Tapi, yang menariknya adalah, aksesibilitas tidak berpengaruh terhadap rumah makan/ toko yang sudah melegenda di kota makassar. Contohnya, penjual sup ubi yang letaknya dalam lorong, selalu ramai setiap hari dibandingkan toko/restoran pendatang baru dari perusahaan ternama.
- Pengalaman pengguna. Pengalaman pertama kustomer ketika mencoba hal baru akan menjadi pemicu keputusan selanjutnya. Misalnya, jika saat pertama kali kustomer mencoba makanan yang tidak enak, pelayannya jutek, penyajian makanannya lama, ini akan selalu diingat dan membuat masyarakat enggan untuk datang lagi. Belum lagi jika pengalaman ini tersebar luas dari mulut ke mulut (word of mouth). Saat ini, banyak restoran dan toko sudah menerapkan SOP pelayanan yang ‘merajakan’ pelanggannya.
Masih banyak faktor lain yang menyebabkan kenapa toko/restoran hanya ramai di awal pembukaan saja. Tetapi, untuk diketahui, penulisan artikel ini hanya berdasarkan pengamatan tidak disengaja, dan pengalaman penulis, bukanlah tulisan ilmiah yang didasarkan data penelitian/riset resmi. Nah, sekarang, apakah kalian pernah mengamati kenapa tempat-tempat makan legendaris di Makassar justru selalu ramai walaupun faktor-faktor diatas tidak dimiliki ?
_
Penulis:
Andi Jamiati Paramita, S.T., M.T., Dosen Sistem Informasi dan Teknologi Kalla Institute