Notice: Function _load_textdomain_just_in_time was called incorrectly. Translation loading for the wordpress-seo domain was triggered too early. This is usually an indicator for some code in the plugin or theme running too early. Translations should be loaded at the init action or later. Please see Debugging in WordPress for more information. (This message was added in version 6.7.0.) in /home/kallins/public_html/wp-includes/functions.php on line 6114
DYSTOPIA: BUDAYA INOVASI VS BUDAYA PERUSAHAAN - Kalla Institute

Kalla Institute

DYSTOPIA: BUDAYA INOVASI VS BUDAYA PERUSAHAAN

Membahas terkait budaya inovasi dan budaya perusahaan, terdapat pertanyaan yang seringkali muncul yakni “mengapa budaya inovasi di perusahan seringkali gagal?”. Banyak dari kita yang seringkali menganggap budaya inovasi berfokus pada perubahan yang secara langsung terlihat bahkan dengan proses yang instan, padahal budaya inovasi sifatnya melihat mulai dari perubahan perilaku sampai pada terwujudnya proses pengembangan inovasi dalam perusahaan. Lantas, apa yang seringkali membuat budaya inovasi sulit untuk berkembang?

Seperti dilansir dalam laman Coorporate Innovation Consultant yang menjelaskan bahwasanya Langkah awal sebelum memutuskan untuk mengembangkan budaya inovasi dalam sebuah perusahaan adalah dengan mencari tahu tipe budaya yang telah existing dalam perusahaan tersebut. Untuk lebih memudahkan dalam mendiagnosa budaya mana yang dominan diterapkan dalam sebuah perusahaan maka Cameron dan Quinn  dalam bukunya Diagnosing and Changing Organizational Culture mengelompokkan tipe budaya perusahaan dalam satu model framework yang dikenal dengan Model kategorisasi budaya atau Competing Value Framework (CVF). 

Dalam  Competing Value Framework (CVF) versi Cameron & Quinn menunjukan ada empat tipe budaya organisasi, yaitu budaya Adhocracy, Clan, Market, dan Hierarchy. Sedangkan dalam framework yang dikembangkan oleh Kalliath dkk. Juga membagi tipe budaya menjadi empat yakni team culture, hierarchical culture, entrepreneurial culture dan rational culture. Perlu ditekankan bahwa budaya dari setiap organisasi pasti merupakan campuran dari empat tipe budaya tersebut, tetapi perlu diyakini bahwa pasti ada satu tipe yang lebih kuat dari yang lain, dan tipe yang paling kuat tersebutlah yang  perlu diidentifikasi. 

Pertama, budaya adhocracy atau entrepreneurial culture. Budaya ini mengemfasiskan fleksibilitas dan perubahan. Jadi nilai-nilai kunci dalam budaya ini adalah kreativitas, entrepreneurship, dan pengambilan risiko. Budaya clan atau team culture yang mana karekteristik  dari budaya ini adalah teamwork, keterlibatan karyawan, dan komitmen perusahaan terhadap wellbeing karyawan. Selanjutnya, budaya market atau rational culture yang sangat mengutamakan pencapaian target, konsistensi dalam delivering results, dan kebersaingan di pasar. Terakhir, budaya hierarki. Budaya ini berorientasi pada stabilitas dan kontrol, dan nilai kuncinya adalah efisiensi dan ketaatan kepada peraturan. (garis wewenang yang jelas atas proses organisasi menghormati dengar pendapat formal kepatuhan terhadap aturan).

Dari ke empat tipe budaya tersebut bila dianalogikan suatu perusahaan di dominasi budaya Adhocracy yang kuat,  maka pembinaan budaya inovasi relatif akan lebih mudah. Sebaliknya, bila yang paling kuat di perusahaan adalah budaya Hierarchy, tentunya akan menjadi tugas yang cukup berat untuk pembinaan budaya inovasi dan dianggap jauh lebih menantang karena akan melewati garis wewenang dalam perusahaan tersebut. Oleh karena itu, rencana pembinaan budaya inovasi yang akan dibuat sifatnya customized bergantung pada tipe budaya yang paling kuat di perusahaan. Dan juga approach pembinaan budaya inovasi akan berbeda-beda antar perusahaan sesuai budaya existingnya.

_

Penulis:

Mardiatul Jannah, S.Pd., M.M., Dosen Kewirausahaan Kalla Institute

Share Berita:

Pengumuman:

Kalender Event:

Berita & Artikel: